Review Film : My Name is Khan Bahasa Indonesia
Meskipun mengangkat banyak isu seperti Asperger’s syndrome, bentok Hindu-Islam di Mumbai, Tragedi WTC, diskriminasi agama Islam di Amerika, ras Afrika-Amerika yang terpinggirkan, hingga pergantian presiden Amerika, namun inti cerita dari film ini sangat simple yaitu perjalanan seorang ayah yang menderita Asperger’s syndrome untuk menemui Presiden dan mengatakan bahwa yang bernama Khan bukanlah teroris. Sedangkan film serupa yang mengisahkan perjalan seorang autisme dalam film “Forrest Gump” tampak lebih kompleks karena memiliki banyak kisah dari mulai dia kecil, menjadi tentara, menjadi atlet tenis meja, lalu bertemu kembali dengan teman kecil yang dia cintai, lalu wanita itu hilang dan dia mencarinya dengan berlari mengelilingi Amerika Serikat selama lebih dari tiga setengah tahun, saat menemukannya wanita itu memiliki anaknya dan kemudian mati karena virus. Sulit memahami inti ceritanya dan hanya seperti sebuah perjalan yang dramatis.
Jika dilihat berdasarkan sinematografinya, film ini banyak memunculkan tempat-tempat baru yang fresh. Dari mulai Mumbai hingga San Francisco. Setting desa terpencil di Wilhemina juga sangat bagus dan kontras dengan kota besar San Francisco. Apalagi view di atas kota San Francisco yang ditunjukan Ridvan pada Mandira, sangat indah dan romantis!
Penggarapan film ini pastilah tidak mudah, ada beberapa hal kecil yang kurang diperhatikan sutradara muda sukses ini, seperti ketakutan Ridvan pada warna kuning. Saat Ridvan tertinggal bis dan tak memiliki uang lagi dia membuat papan bertuliskan “Repair Almost Anything” yang berwarna kuning, entah karena pencahayaannya yang salah atau benar-benar papan itu berwarna kuning, tapi Karan mungkin lupa kalau Rizvan akan histeris ketika melihat warna kuning.
Dan saat Riwan beberapa kali berada diantara kerumunan orang yang sudah pasti bising, penonton akan sedikit heran dan bertanya apa dia menggunakan penutup telinga seperti saat naik kereta listrik dengan Mandira?
Pada awalnya sedikit saja kebisingan dan warna kuning bisa membuat Ridvan lari terbirit-birit atau menutup kuping panic, tapi lama kelamaan dia seperti biasa menghadapi semua itu. Atau ketakutan-ketakutan itu hanya untuk menguatkan fakta kalau Ridvan penderita Asperger’s syndrome?
Lalu satu hal lagi mengenai Ridvan yang tidak bisa meluapkan emosi.
Ada saat dia meneteskan air mata di rumah sakit, saat dirawat akibat luka tusukan pengikut Faisal Rahman, padahal saat kematian ibunya dan Sam dia sama sekali tidak menangis. Memang saat itu Shahrukh Khan telah melewati banyak rintangan untuk menepati janjinya dan dia juga terharu karena Mandira akhirnya ada disisinya lagi, tapi seharusnya dia ingat kalau dia adalah Ridvan Khan. Kecuali kalau ternyata cinta bisa menyembuhkan Asperger’s syndrome, maka semua ketakutan dan hal yang tidak biasa bagi Ridvan boleh saja tidak dimunculkan lagi. Tapi selebihnya film ini sangat bagus dan tak heran jika mendapatkan banyak penghargaan!
MINDA FILM