Pakaian Adat Minangkabau – Baju Pengantin Adat Minang | ANAK DARO BASUNTIANG NAN SALAPAN
Pakaian Adat Minangkabau – Baju Pengantin Adat Minang | ANAK DARO BASUNTIANG NAN SALAPAN
Selepas Hari Raya Idul Fitri kemarin, cukup banyak pasangan yang melangsungkan pernikahan walaupun sedang pandemi covid-19 dan ada larangan untuk berkumpul karena dikhawatirkan terpapar virus corona.
Di tengah suasana pernikahan yang terbatas orangnya tersebut, saya melihat bahwa anak daro (sebutan di Minang Kabau untuk pengantin perempuannya) mengenakan suntiang tetapi pakaiannya tidak mengikuti adat Minang.
Di tempat lain saya temui, anak daro memakai pakaian pengantin adat Minang tetapi justru tidak bersuntiang di kepalanya, setelah dicari tahu kenapa, rupanya si anak daro menolak memakai suntiang karena merasa berat dan kepalanya sakit.
Di tempat lain, saya melihat bahwa macam suntiang yang ada di atas kepala perempuan Minang yang menjadi pengantin itu juga berbeda-beda modelnya.
Hal ini tentu merupakan kekayaan khas Ranah Minang, dimana setiap daerah Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Sumatera Barat ini memiliki ciri khas tersendiri dalam hal baju adat dan asesorisnya, termasuk jenis suntiang yang dipakai oleh perempuan yang menjadi pengantin (anak daro) ataupun yang dipakai oleh pengiring pengantin yang disebut pasumandan.
Sebagai generasi muda, sudah selayaknya kita mengetahui kandungan filosofis dari suntiang perempuan Minangkabau, berikut ini : Apa itu suntiang? Suntiang merupakan perhiasan kepala bertingkat berwarna keemasan yang dipakai oleh perempuan Minangkabau.
Hiasan ini berbentuk setengah lingkaran yang terdiri dari susunan ornamen bermotif flora dan fauna, di antaranya diambil dari bentuk bunga mawar, pisang, burung merak, kupu-kupu, dan ikan. ( dikutip dari wikipedia ).
Ukuran suntiang berbeda menurut pemakaiannya. Suntiang yang dipakai pengantin perempuan memiliki ukuran besar atau disebut suntiang gadang, sedangkan suntiang berukuran kecil atau suntiang ketek dipakai oleh pendamping pengantin perempuan. Berat suntiang berkisar antara 3,5 sampai 5 kg.
Namun, belakangan suntiang dibuat dengan ukuran lebih kecil dan bahan yang lebih ringan untuk memudahkan proses pembuatan dan pemakaiannya.
Adapun suntiang nan salapan itu adalah analogi peranan perempuan dewasa yang telah berumah tangga di Minangkabau, dimana ada delapan makna kemuliaan perempuan Minang, yaitu :
1. Limpapeh Rumah Nan Gadang, pengertian limpapeh disini mengisyaratkan bahwa Bundo Kanduang atau perempuan Minangkabau itu bersifat tenang dan tidak liar, artinya; seorang wanita tidak suka keluar rumah, tidak suka bertandang, tidak suka bergunjiang dsb.
Ketenangan seorang wanita itu memberi kesan damai di rumah tangga. Limpapeh Rumah Nan Gadang dalam istilah Minang bermakna adalah tiang penyangga dalam rumah tangga.
Kita dapat memahami bahwa makna dari bundo kanduang sebagai limpapeh rumah gadang adalah perempuan bijaksana yang merupakan tiang penyangga dari keutuhan rumah tangga.
2. Sumarak Anjuang Nan Tinggi, disini mengisyaratkan bahwa seorang Bundo Kanduang atau perempuan haruslah bijak dan pandai menata rumah, penataan rumah tersbut sesuai dengan mungkin jo patuik, artinya dengan keberadaan dan kearifan wanita mengatur dan menaata rumah dapat membarikan kesan semarak dalam kehidupan di rumah tangga, sehingga memberi akibat kepada suami untuk betah tinggal di rumah dengan demikian akan terciptalah rumah tangga yang sakinah.
3. Amban Puro Biliak Nan Dalam, disini diartikan bahwa Bundo Kanduang atau perempuan adalah sebagai wadah tempat penyimpanan yang berarti bahwa Bundo Kanduang itu memiliki kemampuan menyimpan, memelihara, melestarikan serta menggunakan setiap hak dan harta kekayaan dan kebesaran soko sangsako dan kerahasian kaumnya. Dengan demikian akan terwujudlah kewibawaan suatu kaum yang senantiasa juga akan mengangkat wibawa dan martabat bangsa.
4. Anak Kunci Lumbuang bapereng, bahwa Bundo Kanduang atau perempuan Minangkabau itu mempunyai kebijakan dalam menyusun anggaran biaya ekonomi rumah tangga, sehingga tidak dikenal ketekoran dalam kehidupan berumah tangga. Bundo Kanduang hendaklah teliti dan penuh perhitungan dalam menyusun anggaran biaya rumah tangga, sebab wanita itu dinamakan dengan ibu rumah tangga yang berarti ibulah yang lebih banyak tahu akan kebutuhan rumah tangga, sementara laki-laki atau bapak disebut dengan kepala keluarga yang hanya bertanggung jawab dalam pengadaan dan untuk pengelolaan selanjutnya berada dipihak perempuan.
5. Acang-acang Dalam Nagari, mengisyaratkan bahwa seorang Bundo Kanduang mempunyai kecakapan dan keterampilan dalam melakukan kegiatan dalam kaum, kampuang,suku dan nagari, sebab ia adalah panutan oleh masyarakat. Kecakapan dan keterampilan perempuan sangat diharapkan dalam sebuah kaum, karena perempuanlah yang lebih dekat dengan keturunannya. Sebab kita di Minangkabau menganut garis keturunan ibu yang lebih kita kenal dengan matrilineal.
6. Urang Elok Salendang Dunia, bahwa Bundo Kanduang itu adalah suri tauladan bagi kaum dan masyarakat. Bundo Kanduang itu contoh yang baik dalam kehidupan sehari-hari bagi masyarakat banyak sehingga dengan keberadaan Bundo Kanduang orang disekitar akan berbahagia dan rasa tenteram serta aman, yang juga berarti Bundo Kanduang itu mampu menciptakan situasi dan kondisi elmah yang baik dalam kegiatan bernagari demi kemajuan untuk masa kedepan.
7. Unduang-unduang ka Madinah, bahwa Bundo Kanduang itu mampu mendidik anak keturunannya untuk menunaikan Ibadah Haji / Rukun Islam yang Kelima. Artinya mendidik moral dan pengetahuan dalam meraih cita-cita untuk masa kedepan. Tanggung jawab perempuan sangat dituntut dalam hal tersebut, sebab perempuan itu seyogianya memberikan pendidikan dengan perasaan dan lemah lembut serta dengan penuh belaian kasih dan sayang.
8. Payuang Panji ka Sarugo, Bundo Kanduang itu dapat dan mampu membimbing dan melindungi kaumnya, tentang ilmu pengetahuan agama untuk bekal diakhirat nanti demi untuk dapat menempati tempatnya di Sorga kelak. Keberadaan Bundo Kanduang itu sangat berperan dalam mendidik anak keturunan untuk mencapai masa ke depan yang lebih bahagia yang dilandasi dengan ilmu umum dan ilmu agama (akhlak mulia dan moral yang sehat).
Begitu dalam makna kemuliaan perempuan Minang dari filosofinya basuntiang nan salapan, semoga dapat hendaknya diamalkan oleh perempuan Minang dimana pun ia berada. Sehingga dapat tetap menjaga kelestarian nilai-nilai adat dan budaya Alam Minang Kabau.(SZ)